Bina Diri bagi anak CP

Pendidikan yang diselenggarakan di SLB. D-D1 bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar, baik itu sikap dasar, keterampilan dasar, yang bermanfaat untuk menyiapkan peserta didik/anak dalam kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan hambatan yang disandangnya dan tingkat perkembangannya.

Sejalan dengan hal tersebut untuk anak Tunadaksa kemampuan menolong diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari merupakan program khusus yang harus diberikan agar anak secara bertahap dapat berdiri sendiri.

Frances P. Connor (1995) menyebutkan ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa (termasuk anak CP) melalui pendidikan, yaitu:

  • pengembangan intelektual dan akademik,
  • membantu perkembangan fisik,
  • meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak,
  • mematangkan aspek sosial,
  • mematangkan moral dan spiritual,
  • meningkatkan ekspresi diri, dan
  • mempersiapkan masa depan anak.

Untuk mengembangkan aspek-aspek tersebut, selain memberikan program-program akademik, sekolah juga memberikan program Bina Diri. Bina Diri adalah program kekhususan bagi anak yang mengalami hambatan fisik, motorik dan sensorik untuk mengembangkan kemampuan motorik serta sikap percaya diri yang mendasari anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Dengan kondisinya itulah maka pembelajaran Bina Diri memiliki peran strategis dalam proses pendidikan anak CP. Melalui serangkaian kegiatan dan latihan yang dilakukan secara berkesinambungan, diharapkan anak CP dapat optimal mengembangkan potensinya.

Dalam Bina Diri, anak diberi latihan-latihan keterampilan mengurus dirinya sendiri, antara lain melakukan berbagai kegiatan seperti makan minum, membersihkan diri, toileting/kegiatan seputar MCK, berpakaian. Diharapkan anak CP dapat melakukan kegiatan tersebut, termasuk juga melakukan tugas-tugas sebagai anggota keluarga dan masyarakat walaupun hanya sederhana sekemampuan optimal yang dapat dilakukan anak.


Satu hal yang seharusnya diperhatikan pada keluarga dengan anak CP adalah kerjasama untuk memberikan kesempatan anak melakukan hal-hal yang bisa dilakukan anak. Pada banyak kasus, keluarga dengan berbagai alasan akhirnya memberikan bentuk kasih sayang pada anaknya dengan bantuan sebagian besar (bahkan mungkin seluruh) kegiatan yang bisa dilakukan anak pada batas kemampuannya. Anak CP yang sudah diberikan latihan di sekolah, latihan dalam bentuk terapi, ketika kembali ke rumah tidak meneruskan bentuk-bentuk latihan tersebut, karena untuk melakukan hal yang sederhana pun anak dibantu, baik oleh keluarga maupun oleh pengasuh anak. Bentuk bantuan tersebut bisa karena ingin cepat selesai, tidak menghendaki terjadinya kotor atau berantakan akibat proses yang dilakukan anak. Kondisi ini jelas sangat tidak menguntungkan anak.

Untuk itulah, pembiasaan menjadi kata kunci dalam mendidik anak. Rumah/keluarga dapat memberikan dukungan positif terhadap upaya pendidikan melalui program Bina Diri, dan berbagai terapi bagi anak, dengan memberikan pembiasaan anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sendiri. Jangan pernah takut kotor atau akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan satu kegiatan, karena esensi sebuah proses adalah melakukan kegiatan sampai batas optimal yang dapat dilakukan. Sisanya untuk menyelesaikan adalah bentuk bantuan yang bisa dilakukan siapapun, termasuk keluarga  (agoesrakhman_ypacjakarta)

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.